- Back to Home »
- Artikel »
- Jangan Berkomentar seperti “Meracuni Sumur Musuh”
Berhubungan dengan tulisan tersebut, dalam tulisan singkat ini, saya
hanya akan fokus pada salah satu tendensi berkomentar. Saya hanya
akan fokus pada salah satu cara berkomentar yang menurut saya perlu
mendapat perhatian bersama sebagai pembelajaran.
Cara berkomentar yang menarik perhatian saya untuk dievaluasi adalah
cara berkomentar dengan sekadar melontarkan klaim atau memberi label
negatif terhadap tulisan tersebut tanpa argumen sama sekali: “tidak
bermutu”, “tidak mendalami apa yang ditulis”, dll.
Siapa saja tentu berhak membuat klaim, entah itu bernada
korektif/negatif atau bernada apresiatif. Silakan saja. Tetapi, sekadar
melontarkan klaim tanpa alasan (argumen), merupakan cara berkomentar
yang seharusnya dihindari.
Pertama, cara berkomentar yang demikian cenderung menstimulasi
diskusi ke arah yang tidak konstruktif, khususnya bila lontaran klaim
itu bernada negatif. Tidak konstruktif, karena kepada penulis tidak
diberitahukan mengenai alasan atau dasar dari klaim tersebut. Dengan
kata lain, berkomentar yang isinya semata-mata klaim negatif merupakan
komentar yang ambigu. Dan kita tahu bersama, bahwa sesuatu yang ambigu
sangat berpotensi memprovokasi balasan komentar yang tidak konstruktif.
Dan karena tidak konstruktif maka dapat berekses sebagai pembelajaran
yang buruk bagi para pembaca yang tidak kritis.
Kedua, prinsip yang paling esensial mengapa cara berkomentar
semisal di atas itu tidak patut dilakukan adalah karena komentar yang
demikian sebenarnya merupakan sebuah sesat pikir (logical fallacy). Sesat pikir yang dimaksud adalah poisoning the well fallacy. Poisoning the well fallacy adalah
sebuah sesat pikir yang terjadi ketika seseorang memberi asosiasi
negatif atau klaim negatif terhadap pribadi maupun argumen lawan diskusi
tanpa membahas argumennya sama sekali. Asumsinya adalah bahwa asosiasi
negatif itu merupakan bukti bahwa argumen lawan diskusi salah dan tidak
perlu dibahas (mengenai sesat pikir ini, baca di sini).
Di atas saya menyatakan bahwa siapa saja berhak melontarkan klaim apa
pun. Tetapi perlu diingatkan bahwa klaim tanpa argumentasi sebenarnya
tidak bernilai tanggap. Bila Anda berjumpa dengan orang gila di jalanan
lalu ia menunjuk ke arah Anda sambil berkata: “Kamu kucing”. Ini pun
adalah sebuah klaim. Tetapi karena tanpa argumentasi, yang salah satu
sebabnya adalah ketidakwarasannya, maka Anda hanya akan membuang energi
bahkan saya meragukan kewarasan Anda bila Anda ngotot menanggapi klaim
tersebut.
Anda silakan tidak setuju. Tetapi bila Anda tidak setuju, fokus
ketidaksetujuan Anda haruslah kedua premis di atas (dan mungkin juga ada
premis lain yang belum saya identifikasi).
Anda mungkin tidak suka penggunaan kata “jangan” pada judul di atas.
Silakan tidak suka tetapi sesat pikir adalah sesuatu yang memang harus
tidak dilakukan dan saya tidak punya pilihan kata yang lebih baik dari
kata “jangan” untuk menggemakan hal ini.
Dua catatan tambahan:
1. Sekadar menyatakan bahwa tulisan seseorang merupakan ekspresi “tidak
suka” tanpa memperlihatkan indikasi-indikasi dari tulisannya bahwa
memang motif tersebut esensial untuk disebutkan, merupakan sesat pikir (appeal to motive fallacy).
2. Setelah semata-mata melontarkan klaim negatif lalu meminta lawan
diskusi untuk membuktikan sebaliknya, juga merupakan sesat pikir. Mis.
Anda menuduh penulis tidak menguasai tulisannya. Lalu Anda mengajukan
pertanyaan: Anda menguasai tulisan ini atau tidak? Ini adalah sesat
pikir bernama shifting the burden of proof fallacy. Beban
pembuktian itu ada pada pihak yang melontarkan klaim, bukan pihak yang
kepadanya sebuah klaim itu ditujukan. Bila Anda menuduh penulis tidak
menguasai tulisannya, silakan kemukakan argumen Anda yang membuktikan
klaim Anda. Anda tidak dibenarkan mendapatkan konfirmasi itu melalui
pertanyaan kepada penulis demi membuktikan klaim Anda sendiri.
Akhirnya, tolong jangan menuduh saya “tidak suka” dengan klaim Anda atau
“membenci” iman Anda. Melakukan demikian berarti Anda melakukan sesat
pikir yang sudah saya sebutkan soal motif di atas. Silakan perhatikan
argumen-argumen yang mendasari identifikasi saya terhadap sejumlah sesat
pikir di atas.
Semoga bermanfaat dan selamat melanjutkan diskusi dalam suasana kondusif dan edukatif.